Perubahan iklim semakin nyata mempengaruhi sektor pertanian di Indonesia, termasuk di Desa Dame, bahkan kondisi tersebut tergali dari kegiatan PACDR yang dilakukan pada tanggal 20-21 Agustus 2024 dan 4-5 September 2024 di Aula Kantor Desa Dame Kecamatan Dolok Masihul. Menyadari tantangan ini, Rabu (11/9),BITRA Indonesia menggelar Diskusi Tematik bersama para petani di Desa Dame, bertempat di Taman Toga Socfindo, Dolok Masihul. Diskusi ini fokus pada ancaman serius yang dihadapi petani, yakni serangan “penyakit pirang” pada tanaman padi dan palawija, yang semakin diperburuk oleh dampak perubahan iklim.
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pemahaman petani mengenai ancaman hama dan penyakit yang kini semakin sering muncul akibat perubahan iklim. Selain itu, diskusi ini juga bertujuan untuk menemukan solusi yang menggabungkan kearifan lokal dan teknologi modern, serta memperkuat kemampuan adaptasi dan mitigasi para petani dalam menghadapi risiko iklim.
Selama diskusi, para petani berbagi pengalaman tentang bagaimana mereka menghadapi serangan hama dan penyakit yang semakin sering menyerang lahan mereka. Salah satu isu yang banyak diangkat adalah penyakit “pirang” yang menyebabkan tanaman padi dan palawija menjadi kuning dan tidak produktif, yang dikaitkan dengan perubahan pola cuaca dan suhu.
Dr. Retno Puji Astari, SP. MP, peneliti dari PT Socfindo, turut hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini. Beliau menyampaikan pentingnya kolaborasi antara penelitian ilmiah dan praktik pertanian lokal untuk menghadapi dampak perubahan iklim. “Perubahan iklim meningkatkan tekanan terhadap tanaman, terutama dalam hal munculnya penyakit seperti ‘pirang’. Kondisi lingkungan yang berubah cepat membuat hama dan patogen lebih mudah berkembang. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita berupaya bersama untuk mengembangkan teknologi pengendalian hama berbasis biologi yang lebih ramah lingkungan serta meningkatkan kapasitas petani dalam memahami siklus penyakit ini,” jelas Dr. Retno.
Ia juga menambahkan bahwa inovasi teknologi harus diimbangi dengan pendekatan kearifan lokal yang selama ini digunakan oleh para petani. “Kombinasi antara pendekatan ilmiah modern dan pengetahuan lokal sangat penting untuk meningkatkan ketahanan pangan di masa depan. Kami perlu bekerja bersama-sama untuk menciptakan sistem pertanian yang lebih tangguh dan berkelanjutan,” tambahnya.
“Kami melihat bahwa kolaborasi antar petani, pemerintah, dan pihak swasta sangat penting dalam mencari solusi untuk mengatasi dampak perubahan iklim ini. Melalui diskusi ini, kami berharap bisa menemukan cara yang lebih baik dalam melindungi tanaman dari serangan hama serta meningkatkan produktivitas pertanian,” ujar Tanjung, salah satu peserta diskusi.
BITRA Indonesia mendorong adanya sinergi antara kearifan lokal yang sudah lama digunakan oleh para petani dengan inovasi teknologi pertanian modern. Diskusi ini menjadi langkah awal dalam membangun kesadaran bersama mengenai pentingnya adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi perubahan iklim di sektor pertanian. Dengan kolaborasi yang erat antara petani, pemerintah, dan pihak swasta, diharapkan ketahanan pangan dapat terus dijaga, sekaligus menciptakan inovasi yang relevan untuk masa depan pertanian yang lebih berkelanjutan.
Tinggalkan Komentar