Info Penting
Jumat, 26 Jul 2024
  • Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sistem pangan dan energi, produktivitas ekonomi dan integritas lingkungan semuanya bergantung pada siklus air yang berfungsi dengan baik dan dikelola secara adil. Kita harus bertindak berdasarkan kesadaran bahwa air bukan hanya merupakan sumber daya yang dapat digunakan dan diperebutkan – namun merupakan hak asasi manusia, yang melekat pada setiap aspek kehidupan. ---Hari Air Sedunia tahun 2024 adalah 'Air untuk Perdamaian'.---
  • Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sistem pangan dan energi, produktivitas ekonomi dan integritas lingkungan semuanya bergantung pada siklus air yang berfungsi dengan baik dan dikelola secara adil. Kita harus bertindak berdasarkan kesadaran bahwa air bukan hanya merupakan sumber daya yang dapat digunakan dan diperebutkan – namun merupakan hak asasi manusia, yang melekat pada setiap aspek kehidupan. ---Hari Air Sedunia tahun 2024 adalah 'Air untuk Perdamaian'.---
6 September 2022

Penyehat Tradisional dan Pelanggaran Kebebasan Berorganisasi

Sel, 6 September 2022 Dibaca 309x

Oleh : Dara Agustisi, S.s


SEBAGIAN
 masyarakat masih memanfaatkan pengobatan alternatif tradisional, terutama di perdesaan. Namun, keberadaan penyehat tradisional belum mendapat perhatian, perlindungan, pembinaan, dan pengembangan dari pemerintah. Negara telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Namun, justru menyulitkan penyehat atau praktisi kesehatan tradisional. Banyak praktisi yang tidak bisa memperpanjang izin pasca PP 103 itu berlaku.

Sejak Februari 2021, Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia bersama Perkumpulan Aktivis Penyehat Alternatif Sumatera Utara (P-APASU) dan akademisi Universitas Medan Area (UMA) melakukan kajian panjang dalam rangka menyusun naskah pemikiran dan kajian atas usulan revisi PP 103. Kegiatan penyusunan dimulai dengan studi dalam 6 kali seri diskusi mengkritisi implementasi PP 103 dan dampaknya. Lalu tim perumus menyusun dokumen awal hasil kajian, dilanjutkan proses uji publik dengan rangkaian kegiatan ilmiah, seminar lokal dan nasional, melibatkan publik berkompeten, akademisi, NGO, pemerintah provinsi, Dinkes, organisasi dan asosiasi penyehat tradisional, pengamat dari Malaysia, perwakilan dari Kemenkes RI, Ketua Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia, CD Bethesda, Ketua Komisi E DPRD Sumut, Dekan FKM USU dan lain-lain.

Semua rangkaian kegiatan studi dimaksudkan agar naskah usulan revisi PP 103 mendapatkan pematangan dan representasi cukup sebagai sebuah naskah usulan revisi, agar berimbang antara kepentingan negara, kebutuhan masyarakat akan akses dan pilihan layanan kesehatan, perlakuan terhadap pelaku penyehatan tradisional dan kolaborasi harmoni antara pelayanan kesehatan medis dan tradisional dan keberadaan ruang eksistensi tanaman herbal berkhasiat obat.

Klasterisasi Penyehat dan Organisasinya Pemerintah masih cenderung memandang bahwa penyehat tradisional empiris hanya mendapatkan keterampilan turun-temurun dan/atau belajar secara informal. Pandangan ini mengakibatkan sikap pemerintah tidak memberikan ruang dan kesempatan penyehat tradisional untuk memberikan layanan kesehatan tradisional empiris.

Dalam PP 103, pemerintah mengklaster kesehatan tradisional dalam 3 klaster, yaitu empiris, komplementer dan integrasi. Klaster ini dari strategi mikro layanan kesehatan tradisional menjadi lebih terstruktur dan terukur (sistematis), namun kontradiktif dengan asas keadilan, nondiskriminatif dan membatasi peluang partisipasi penyehat tradisional yang lebih luas sebagaimana dinyatakan UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pola klasterisasi menghambat, bahkan menutup rapat peluang tenaga penyehat tradisional empiris berpartisipasi dalam pelayanan kesehatan komplementer dan terintegrasi.

Fakta empiris, para penyehat tradisional mempunyai keterampilan yang secara relatif sama dengan tenaga kesehatan komplementer atau bahkan kesehatan tradisional terintegrasi. Meskipun, dalam PP 103 disebutkan bahwa ranah empiris berada pada sisi promotif dan preventif. Dalam kenyataannya, praktisi berperan memberikan layanan kuratif dan rehabilitatif. Perkembangannya, praktisi empiris sekarang mulai bergeser dan digantikan oleh praktisi terlatih yang mendapatkan ilmunya melalui pelatihan dan diuji melalui uji sertifikasi.

Persyaratan praktisi untuk mendapatkan Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT) harus menyertakan surat pengantar/rekomendasi dari organisasi profesi (Surat Keputusan Dirjen Pelayanan Kesehatan No. HK.02.20/I/2898/2019 tentang Kriteria dan Persyaratan Dokumen Perkumpulan/Asosiasi Penyehat Tradisional Pemberi Rekomendasi Surat Terdaftar Penyehat Tradisional (STPT)). Ketetapan dibarengi dengan organisasi profesi yang boleh/berhak/memenuhi syarat mengeluarkan surat rekomendasi adalah organisasi profesi yang telah terdaftar di Kementerian Kesehatan.

Peraturan ini melanggar hak kebebasan berorganisasi, karena membatasi ruang gerak organisasi penyehat. Sentralisasi organisasi menjadikan organisasi lokal kerdil tidak berkembang karena para praktisi penyehat tradisional mengejar kewajiban mereka masuk ke dalam organisasi nasional demi mendapatkan surat rekomendasi. Akibatnya, pengembangan SDM terhambat. Terlalu banyak prosedur yang harus diikuti. Dan nilai kearifan lokal, dimana setiap daerah memiliki cara yang khas, unik dan multi keterampilan dalam hal menyelesaikan masalah kesehatan. Seorang praktisi, biasanya memiliki lebih dari satu keterampilan di bidang kesehatan tradisional.

Usulan Revisi dan Respon Akhir Agustus 2022, naskah usulan revisi PP 103 disampaikan secara hibryd (daring dan langsung) kepada Kementerian Kesehatan dan Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta. Mempertimbangkan fakta tentang besarnya potensi (kuantitas dan kualitas) penyehat tradisional empiris yang mampu berpartisipasi aktif dalam sistem layanan kesehatan tradisional, secara faktual mereka bukan hanya mampu melakukan layanan promotif dan preventif tapi bahkan mampu melakukan rehabilitatif, maka pemerintah berkewajiban untuk memfasilitasi mereka agar dapat tumbuh dan berkembang dengan membuka akses luas agar dapat memberikan layanan pada klaster layanan kesehatan tradisional komplementer.

Setelah melakukan kajian panjang dan mendalam tentang PP 103, kesimpulannya, dirasa perlu menyempurnakan PP 103 agar terhindar dari pelanggaran atas asas keadilan, nondiskriminasi serta perikemanusiaan dan asas lain yang tercantum pada PP tersebut. Dilakukan upaya agar beberapa titik kritis yang merugikan praktisi penyehat dihilangkan atau diminimalisir, sehingga dapat memberikan ruang yang cukup bagi tumbuh dan berkembangnya penyehat tradisional empiris.

Beberapa hal lain perlu dilakukan pemerintah, antara lain pencatatan, pemetaan dan pendataan pemerintah terhadap semua sisi dan potensi praktisi penyehat tradisional, pemerintah membuka ruang dialog, sebagai upaya untuk mendalami dan membuka informasi yang seluas-luasnya bagi kedua belah pihak dengan tujuan untuk menemukan simpul-simpul kebenaran praktis dan kemungkinan yang bisa dilakukan. Pemetaan masalah, untuk menyusun peta jalan (road map) dalam rangka menumbuh-kembangkan penyehat tradisional empiris.

Pemerintah juga harus memaksimalkan fungsi pemberdayaan dan pembinaan sebagai bentuk fasilitasi terhadap penyehat tradisional empiris dengan orientasi utama untuk memberikan peluang agar status penyehat tradisional empiris meningkat menjadi pelayanan kesehatan tradisional komplementer. Hal substansi terpenting, pemerintah merumuskan ulang kebijakan berdasarkan fakta objektif lapangan dan nuansa keberpihakan pada tumbuh kembangnya penyehat tradisional.

Kementerian Kesehatan dan KSP menyampaikan bahwa presiden menginstruksikan reformasi sektor kesehatan melibatkan semua sektor yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat dengan slogan “paradigma sehat menjadikan puskesmas sebagai tulang punggung penguatan layanan primer (kuratif)”.

Sementara, health reform (reformasi kesehatan) bisa dilakukan siapapun dan dimanapun, tidak harus berorientasi pada “kedokteran barat”. Karena pelayanan kesehatan tradisional bersifat ketrampilan, ini berkaitan dengan kompetensi, agar keahliannya terukur dan terstruktur. Kementerian Kesehatan dan KSP juga mengakui kelemahan dalam hal pendataan. Minimnya data base membuat posisi penyehat tradisional menjadi lemah dan ilmu terapan tidak terkonsep dan ilmiah.

Merespons peraturan yang diusulkan agar direvisi, Kementerian Kesehatan dan KSP akan berupaya untuk menganalisis kembali untuk melakukan simplifikasi peraturan agar lebih mudah dilaksanakan dan aplikatif bagi seluruh praktisi kesehatan tradisional. Kementerian Kesehatan dan KSP menyarankan agar para praktisi tidak mudah terlena dengan testimoni, karena testimoni tidak bisa dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu pengobatan karena sifatnya yang subjektif.

* Penulis Sekretaris P-APASU, Tim Perumus dan Tim Audiensi Penyampaian Usul Revisi PP 103 Tahun 2014.

Sumber: https://medanbisnisdaily.com

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar