Info Penting
Sabtu, 12 Okt 2024
  • Di tengah dunia yang penuh tantangan, mari kita bersama-sama menanam benih kedamaian, saling menghormati, dan memperkuat rasa kemanusiaan. Perdamaian dimulai dari langkah kecil, dari diri kita sendiri. Selamat Hari Perdamaian Dunia 2024
  • Di tengah dunia yang penuh tantangan, mari kita bersama-sama menanam benih kedamaian, saling menghormati, dan memperkuat rasa kemanusiaan. Perdamaian dimulai dari langkah kecil, dari diri kita sendiri. Selamat Hari Perdamaian Dunia 2024
30 Oktober 2012

PENAMBANGAN EMAS MERUSAK TAMAN NASIONAL BATANG GADIS

Sel, 30 Oktober 2012 Dibaca 54x Uncategorized

Kompas, 24 September 2005

 

medan, kompas – Kondisi Taman Nasional Batang Gadis di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, yang baru ditetapkan statusnya tahun 2004 lalu, kini semakin memprihatinkan. Kegiatan penambangan emas yang merambah masuk ke wilayah Taman Nasional Batang Gadis diduga telah merusak ekosistem dan kelestarian alam di kawasan hutan tersebut.

 

Perusahaan penambangan yang masuk ke dalam wilayah Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), PT Sorik Mas Minning, dianggap paling bertanggung jawab terhadap kerusakan ekosistem kawasan TNBG. Hasil investigasi Bitra Konsorsium yang terdiri dari Yayasan Bitra Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara, Yayasan Pusaka Indonesia, dan Yayasan Samudera sejak bulan Januari hingga September 2005 menemukan penebangan kayu, tanaman rusak, dan beberapa anak sungai yang kekeringan di kawasan TNBG.

 

Yang kasatmata, penebangan terus terjadi. Pohon yang masuk ke areal penambangan pasti ditebang. Ini tentu akan mengganggu ekosistem di TNBG, ujar Direktur Eksekutif Bitra Safarudin Siregar di Medan, Jumat (23/9).

 

Menurut Safarudin, sekitar 55.000 hektar kawasan TNBG tumpang tindih dengan areal eksplorasi PT Sorik Mas Minning. Itu berarti hampir separuh luas TNBG yang mencapai 108.000 hektar.

 

Safarudin menuding kebijakan pemerintah pusat yang tumpang tindih sebagai penyebab utama rusaknya TNBG. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dianggap sebagai pangkal masalahnya. Perpu tersebut mengizinkan beroperasinya pertambangan di kawasan hutan lindung. Persoalannya Perpu ini bertentangan dengan SK Menteri Kehutanan yang menetapkan status kawasan TNBG. Jadi ada tumpang tindih pengelolaan. Perpu tersebut mengatur 13 perusahaan penambangan yang diperbolehkan melakukan eksplorasi di kawasan hutan lindung, jelas Safarudin.

 

Dalam jangka panjang, kerusakan yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan di kawasan TNBG bisa menimbulkan bencana yang lebih dahsyat mirip bencana banjir bandang Bahorok di Bukit Lawang yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Leuser.

 

60 titik pengeboran

 

Menurut temuan Bitra Konsorsium, beberapa anak sungai di areal TNBG kini kering, seiring meningkatnya aktivitas penebangan kayu. Penebangan ini, menurut Safarudin, dimaksudkan agar proses pemindahan peralatan penambangan ke lokasi bisa dilakukan. Selain itu, penebangan dilakukan di sekitar lokasi pengeboran agar mempermudah prosesnya. Hingga bulan Juni saja sudah ada 60 titik, kata Kepala Divisi Kampanye Walhi Sumut Hardi Munthe

 

Menurut Hardi, sejak bulan Juli, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan permohonan judicial review oleh koalisi Organisasi Nonpemerintah terhadap Perpu Nomor 1 Tahun 2004. Dalam judicial review dikatakan hanya tujuh dari 13 perusahaan penambangan yang masih boleh beroperasi di kawasan hutan lindung. Dari tujuh ini tidak ada PT Sorik Mas Minning, kata Hardi.

 

Menurut dia, penegakan hukum di daerah tidak bisa berjalan selaras dengan keputusan dari pusat. Akibatnya, sampai hari ini PT Sorik Mas Minning masih tetap beroperasi di kawasan TNBG.

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar