Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) dimulai sejak Food and Agriculture Organization (FAO) menetapkan World Food Day melalui Resolusi PBB No. 1/1979 di Roma Italia, dimana dipilih tanggal 16 Oktober yang bertepatan dengan terbentuknya FAO. Sejak saat itu disepakati bahwa mulai tahun 1981, seluruh negara anggota FAO termasuk Indonesia memperingati HPS secara Nasional pada setiap tahun.
Hak atas Pangan (the right to food) telah di akui secara internasional sebagai salah satu Hak Dasar umat manusia berdasarkan General Comment 12 dari the Committee on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR). Adalah merupakan kewajiban negara untuk dapat menyediakan pangan yang memadai, baik jumlah maupun kualitasnya, bagi seluruh penduduknya sehingga bisa memenuhi standar hidup yang layak
Pengakuan hak atas pangan juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, yang menyatakan “bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas”.
Penyelenggaraan HPS di Indonesia dijadikan momentum dalam meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dan para stakeholder terhadap pentingnya penyediaan pangan yang cukup dan bergizi, baik bagi masyarakat Indonesia maupun dunia. Rangkaian kegiatan peringatan HPS tersebut diharapkan dapat menstimulasi peningkatan pemahaman dan kepedulian terhadap penyediaan pangan, melalui berbagai kegiatan seperti seminar, pengabdian masyarakat, gelar pengembangan teknologi, perlombaan dan tour diplomatik bagi para Kedubes negara luar negeri bagi Indonesia.
Peningkatan jumlah penduduk, konversi lahan untuk pemukiman dan industri, perubahan iklim menjadi tantangan bagi pengembangan sektor pertanian, perikanan dan kelautan serta kehutanan. Namun demikian peningkatan ketersediaan pangan melalui sektor pertanian, perikanan dan kelautan serta kehutanan, harus tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan ramah lingkungan serta tidak mengancam keanekaragaman hayati.
Disamping itu ketahanan pangan nasional suatu negara berbasis sumberdaya lokal juga menghadapi tantangan di era globalisasi dan perdagangan bebas, dimana produk pangan impor membanjiri pasar konsumen. Apabila hal ini dibiarkan maka kerawanan pangan akan menjadi lebih rentan, bukan hanya diakibatkan oleh bencana alam namun juga faktor lainnya seperti inflasi dan kenaikan harga produk pangan impor yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan dan daya beli masyarakat dalam negeri. Oleh karena itu optimalisasi sumber daya lokal sangat diperlukan untuk mencapai kemandirian pangan.
Kerjasama dan sinergitas diantara berbagai stakeholder sangat diperlukan, dalam peningkatan produksi pangan yang bergizi dan berkelanjutan, untuk pemenuhan pangan secara nasional, yang pada akhirnya juga dapat berkontribusi terhadap pemenuhan pangan dunia.
Gambaran Umum Kondisi dan Permasalahan Pangan.
Musyawarah petani nasional yang dilakukan di Bogor 4 Desember 2010 lalu menghasilkan:
Tingkat kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat Laju pertumbuhan penduduk yang diasumsikan 1,3 – 1,5 persen per tahun (Kompas 15 Mei 2010) kemudian keseragaman pangan, factor lain yang juga ikut menyumbang terjadinya krisis pangan.
Masalah Pangan Sumatera Utara.
Sumatera Utara sendiri, setidaknya ada 3 (tiga) hal mendasar penyebab rawan pangan selain yang tersebut di atas, yakni;
1. Konversi Lahan Tanaman Pangan.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu hektar atau 0,1% total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar pertahun. Sehingga, penurunan luas panen tidak hanya terjadi pada padi, tetapi juga pada komoditas lainnya, seperti kedelai.
Bahkan Badan Ketahanan Pangan Nasional menyampaikan hal yang sangat mengkhawatirkan, yaitu sepanjang tahun 2009 telah terjadi alih fungsi lahan pertanian hingga mencapai 110 ribu hektar (ha). Angka ini tentu sangatlah besar mengingat kemampuan Pemerintah untuk mencetak lahan pertanian baru per tahunnya hanya kurang dari separuhnya, yakni 50 ribu Ha.
2. Konflik Agraria.
Di Sumatera Utara saja setidaknya ada 817 kasus yang melibatkan ratusan ribu hektar tanah yang seharusnya dapat dikelola petani menjadi lahan tanaman pangan tetapi karena di rebut paksa oleh koorporasi menjadi lahan tanaman keras.
3. Dampak Perubahan Iklim.
Perubahan iklim yang sangat ekstrim menyebabkan terjadinya perubahan musim tanam dan kegagalan produksi sehingga murunkan hasil panen secara signifikan.
Rekomendasi dan Langkah-langkah Strategis.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan pangan diperlukan langkah-langkah strategis, yaitu:
Untuk itu kami gabungan/Forum NGO Sumatera Utara yang terdiri dari; BITRA Indonesia, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) – Parapat, Yayasan Ate Keleng (YAK) – Sibolangit, Yayasan SINTESA, Yayasan Pijar Podi (YAPIDI) – Pancur Batu, PELPEM GKPS – Simalungun, PETRASA – Sidikalang dan WALHI Sumut beserta Badan Ketahanan Pangan (Ketapang) Propinsi Sumatera Utara serta melibatkan organisasi tani di Sumatera Utara berencana mengajak instritusi pemerintah lainnya yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan hak atas pangan (right to food), di kabupaten kota dan provinsi Sumatera Utara untuk melakukan kegiatan bersama berupa sosialisasi dan kampanye mengajak masyarakat menyadari bahaya kerawanan pangan dan mengupayakan terwujudnya kedaulatan pangan di Sumatera Utara.
Kegiatan ini merupakan Peringatan Hari Pangan Sedunia dengan tema “Sustainable Food Systems for Food Security and Nutrition (Sistem pangan berkelanjutan untuk ketahanan pangan dan nutrisi)” yang dilakukan pada tanggal 28 Oktober 2013 dengan melakukan Seminar dan Pameran sekaligus mengkampanyekan ketahanan pangan yang merupakan rangkaian dari kegiatan Peringatan hari tani berupa Seminar dan Dialog tentang Undang-undang No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan sebelumnya tanggal 22 Oktober 2013 di Pematang Siantar. (konsep paper panitia/Isw)
Leaflet Seruan Hari Pangan.