TC Kebun Polikultur (TCSS)

TC PPPT Mangga Dua

Info Desa

Partners

Past Supporting Partners & Experience

Majalah/Newsletter

Hasil Riset

Flag Counter

Peringatan Hari Pangan Sedunia 2013, Sumatera Utara

22/10/2013 , ,

Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) dimulai sejak Food and Agriculture Organization (FAO) menetapkan World Food Day melalui Resolusi PBB No. 1/1979 di Roma Italia, dimana dipilih tanggal 16 Oktober yang bertepatan dengan terbentuknya FAO. Sejak saat itu disepakati bahwa mulai tahun 1981, seluruh negara anggota FAO termasuk Indonesia memperingati HPS secara Nasional pada setiap tahun.

Hak atas Pangan (the right to food) telah di akui secara internasional sebagai salah satu Hak Dasar umat manusia berdasarkan General Comment 12 dari the Committee on Economic, Social and Cultural Rights (CESCR). Adalah merupakan kewajiban negara untuk dapat menyediakan pangan yang memadai, baik jumlah maupun kualitasnya, bagi seluruh penduduknya sehingga bisa memenuhi standar hidup yang layak

Pengakuan hak atas pangan juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, yang menyatakan “bahwa  Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas”.

Penyelenggaraan HPS di Indonesia dijadikan momentum dalam meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat dan para stakeholder terhadap pentingnya penyediaan pangan yang cukup dan bergizi, baik bagi masyarakat Indonesia maupun dunia. Rangkaian kegiatan peringatan HPS tersebut diharapkan dapat menstimulasi peningkatan pemahaman dan kepedulian terhadap penyediaan pangan, melalui berbagai kegiatan seperti seminar, pengabdian masyarakat, gelar pengembangan teknologi, perlombaan dan tour diplomatik bagi para Kedubes negara luar negeri bagi Indonesia.

Peningkatan jumlah penduduk, konversi lahan untuk pemukiman dan industri, perubahan iklim menjadi tantangan bagi pengembangan sektor pertanian, perikanan dan kelautan serta kehutanan. Namun demikian peningkatan ketersediaan pangan melalui sektor pertanian, perikanan dan kelautan serta kehutanan, harus tetap memperhatikan keseimbangan ekosistem dan ramah lingkungan serta tidak mengancam keanekaragaman hayati.

Disamping itu ketahanan pangan nasional suatu negara berbasis sumberdaya lokal juga menghadapi tantangan di era globalisasi dan perdagangan bebas, dimana produk pangan impor membanjiri pasar konsumen. Apabila hal ini dibiarkan maka kerawanan pangan akan menjadi lebih rentan, bukan hanya diakibatkan oleh bencana alam namun juga faktor lainnya seperti inflasi dan kenaikan harga produk pangan impor yang tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan dan daya beli masyarakat dalam negeri. Oleh karena itu optimalisasi sumber daya lokal sangat diperlukan untuk mencapai kemandirian pangan.

Kerjasama dan sinergitas diantara berbagai stakeholder sangat diperlukan, dalam peningkatan produksi pangan yang bergizi dan berkelanjutan, untuk pemenuhan pangan secara nasional, yang pada akhirnya juga dapat berkontribusi terhadap pemenuhan pangan dunia.

Gambaran Umum Kondisi dan Permasalahan Pangan.

Musyawarah petani nasional yang dilakukan di Bogor 4 Desember 2010 lalu menghasilkan:

  1. Persoalan utama yang dihadapi masyarakat tani, termasuk petani Indonesia adalah kemiskinan. Menurut FAO ada 925 juta orang berada dalam kondisi rawan pangan. Target MDG untuk menurunkan kemiskinan 1 persen setiap tahunnya sulit dicapai disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi melambat, harga komoditas cenderung tidak stabil dan permasalahan structural yang semakin kompleks.
  2. Fakta menunjukkan 2/3 populasi penduduk kurang pangan dan gizi di Asia (termasuk Indoensia) dan Afrika.
  3. Rendahnya ketersediaan dan akses masyarakat terhadap pangan menyebabkan terjadinya kerawanan pangan masih menjadi masalah yang sangat sensitive dalam dinamika kehidupan sosial politik Indonesia.
  4. Serbuan pangan asing berpotensi meningkatkan ketergantungan pada impor.
  5. Minimnya lahan pertanian yang dimiliki dan dikuasai petani menjadi salah satu factor penting yang menyebabkan produktivitas pertanian dan kesejahteraan petani tetap jauh dari harapan. Tidak mungkin hak atas pangan akan terpenuhi tanpa melakukan reforma agraria.
  6. Akses terhadap tanah merupakan sarana utama bagi penduduk miskin untuk dapat memastikan memiliki, menguasai, dan mengusahakannya sehingga memperoleh sumber pangan mandiri dan peningkatan penghasilan ekonomi.
  7. Pentingnya peran tanah, pangan dan jaminan sosial bagi kehidupan masyarakat dan keberlanjutan ketahanan pangan nasional, maka diperlukan suatu kebijakan yang secara optimal memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
  8. Dewan Ketahanan Pangan telah dilengkapi dengan forum atau lembaga lain, namun belum mampu secara optimal menampung partisipasi swasta, LSM dan perguruan tinggi. Perlu peninjauan fungsi dan peran Pokjasus menjadi lebih berdaya guna (lebih banyak ke lapangan).
  9. UUD 1945  pasal 33 ayat 3 dan UU Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 memberikan mandat melaksanakan reforma agraria (termasuk landreform) sehingga tidak terjadi akumulasi atau monopoli tanah dan membatasi individu maupun badan hukum untuk menguasai tanah dalam skala besar.
  10. Ada 21 juta KK yang hidup dari pertanian sedangkan lahan yang tersedia untuk pertanian hanya 6,7 juta hektar sehingga kepemilikan rata-rata petani hanya 0.3 hektar. Selain masalah terbatasnya lahan pertanian juga ditambah masalah pertumbuhan penduduk yang tinggi (3,5% per tahun) dan terjadinya degradasi lahan 6% setiap tahunnya. Idealnya Indonesia memiliki lahan pertanian 20 juta hektar. Sementara, lahan terlantar di Indonesia seluas 5 juta, lahan kehutanan yang dapat dikonversi menjadi lahan pertanian seluas 12 juta.
  11. Terdapat 132 juta hektar lahan hutan di Indonesia, 20 % hutan primer, 23 % hutan gundul, 25 %  dikuasai HPH yang tidak memenuhi kriteria, sisanya bisa dikonversi menjadi lahan pertanian.
  12. UU Pangan selama ini lebih banyak mengatur perdagangan komoditas pangan sehingga perlu direvisi agar sesuai dengan pemenuhan hak atas pangan, dengan menyandarkan diri pada amanat konstitusi serta mengantisipasi perkembangan pertanian dan ekonomi global.
  13. Perubahan iklim berpotensi menimbulkan masalah bagi petani dan nelayan, sementara pemerintah belum banyak memberi respon atas perubahan tersebut.
  14. Mekanisme perlindungan dalam bentuk subsidi dan proteksi, serta sistem jaminan social terhadap petani sebagai produsen pangan belum optimal dan belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat, petani dan nelayan merupakan salah satu kelompok masyarakat yang belum memiliki jaminan sosial memadai.

Tingkat kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat Laju pertumbuhan penduduk yang diasumsikan 1,3 – 1,5 persen per tahun (Kompas 15 Mei 2010) kemudian  keseragaman pangan, factor lain yang  juga ikut menyumbang terjadinya krisis pangan.

Masalah Pangan Sumatera Utara.

Sumatera Utara sendiri, setidaknya ada 3 (tiga) hal mendasar penyebab rawan pangan selain yang tersebut di atas, yakni;

1. Konversi Lahan Tanaman Pangan.

Menurut Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu hektar atau 0,1% total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar pertahun. Sehingga, penurunan luas panen tidak hanya terjadi pada padi, tetapi juga pada komoditas lainnya, seperti kedelai.

Bahkan Badan Ketahanan Pangan Nasional menyampaikan hal yang sangat  mengkhawatirkan, yaitu sepanjang tahun 2009 telah terjadi alih fungsi lahan pertanian hingga mencapai 110 ribu hektar (ha). Angka ini tentu sangatlah besar mengingat kemampuan Pemerintah untuk mencetak lahan pertanian baru per tahunnya hanya kurang dari separuhnya, yakni 50 ribu Ha.

2. Konflik Agraria.

Di Sumatera Utara saja setidaknya  ada 817 kasus yang melibatkan ratusan ribu hektar tanah yang seharusnya dapat dikelola petani menjadi lahan tanaman pangan tetapi karena di rebut paksa oleh koorporasi menjadi lahan tanaman keras.

3. Dampak Perubahan Iklim.

Perubahan iklim yang sangat ekstrim menyebabkan terjadinya perubahan musim tanam dan kegagalan produksi sehingga murunkan hasil panen secara signifikan.

Rekomendasi dan Langkah-langkah Strategis.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan pangan diperlukan langkah-langkah strategis, yaitu:

  1. Perlunya kebijakan yang mampu memenuhi hak-hak dasar masyarakat berupa   pembukaan akses yang lebih besar terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan.(Pembatasan Konversi lahan tanaman Pangan, Pemanfaatan lahan terlantar dan penyelesaian konflik tanah)
  2. Perlunya meneguhkan kembali posisi Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) dan mendorong implementasinya secara lebih efektif yang berorientasi pada penerapan konsep reforma agraria pro rakyat.
  3. Perlunya perbaikan terhadap teknik/metode produksi, konservasi dan distribusi pangan.
  4. Membangun komitmen bersama dan kerjasama antar sektor, antar daerah dan antar komponen strategis (pemerintah, swasta, LSM, pers & perguruan tinggi) untuk mengatasi permasalahan pangan melalui pelaksanaan reforma agraria untuk mewujudkan ketahanan pangan dan menegakkan kedaulatan pangan.

Untuk itu kami gabungan/Forum NGO Sumatera Utara yang terdiri dari; BITRA Indonesia, Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) – Parapat, Yayasan Ate Keleng (YAK) – Sibolangit, Yayasan SINTESA, Yayasan Pijar Podi (YAPIDI) – Pancur Batu, PELPEM GKPS – Simalungun, PETRASA – Sidikalang dan WALHI Sumut beserta Badan Ketahanan Pangan (Ketapang) Propinsi Sumatera Utara serta melibatkan organisasi tani di Sumatera Utara berencana mengajak instritusi pemerintah lainnya yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan hak atas pangan (right to food), di kabupaten kota dan provinsi Sumatera Utara untuk melakukan kegiatan bersama berupa sosialisasi dan kampanye mengajak masyarakat menyadari bahaya kerawanan pangan dan mengupayakan terwujudnya kedaulatan pangan di Sumatera Utara.

Kegiatan ini merupakan Peringatan Hari Pangan Sedunia dengan tema  “Sustainable Food Systems for Food Security and Nutrition (Sistem pangan berkelanjutan untuk ketahanan pangan dan nutrisi)” yang dilakukan pada tanggal 28  Oktober 2013 dengan melakukan Seminar dan Pameran sekaligus mengkampanyekan ketahanan pangan yang merupakan rangkaian dari kegiatan Peringatan hari tani berupa Seminar dan Dialog tentang Undang-undang No. 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan pemberdayaan petani yang dilakukan sebelumnya tanggal 22 Oktober 2013 di Pematang Siantar. (konsep paper panitia/Isw)

Leaflet Seruan Hari Pangan.

Leaflet-Hari-Pangan-2013

Search

Arsip

Desa Penerap SID di Sumut

Data Kelompok

Kab/Kota Lk Pr Jlh Jlh Kel
Langkat 173 142 315 12
Binjai 26 31 57 3
Deli Serdang 783 766 1549 31
Serdang Bedagai 815 620 1435 49
Tebing Tinggi 36 126 162 5
Batu Bara 26 170 196 5
Lab Batu Uatara 490 306 796 2
Jumlah 2349 2161 4510 107