Pertanian Organik (PO) = Petanian Selaras Alam (PSA)
BITRA Indonesia sebagai sebuah lembaga sosial, non profit mempunyai perhatian khusus pada bidang pertanian. Terutama praktek pertanian yang ikut menjaga kondisi alam dan lingkungan tetap baik atau biasa disebut pertanian berkelanjutan dengan konsep pertanian organik/pertanian selaras alam.
Berangkat dari Kertas Posisi Aliansi Organis Indonesia (AOI), dimana BITRA Indonesia sebagai anggotanya untuk wilayah Sumatera Utara, kertas posisi dirumuskan pada Kongres Pertanian Organis Nasional pada 4 – 8 Nopember 2008 lalu di Yogyakarta.
Cikal bakal pertanian oganik sudah lama kita kenal, sejak ilmu bercocok tanam dikenal manusia. Pada saat itu semuanya dilakukan secara tradisonal dan menggunakan bahan-bahan alamiah. Sejalan dengan perkembangan ilmu pertanian dan ledakan populasi manusia maka kebutuhan pangan juga meningkat. Saat itu, revolusi hijau di Indonesia yang terkenal dengan swasembada pangan memberikan hasil yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan pangan. Dimana penggunaan pupuk kimia sintetis, penanaman varietas unggul berproduksi tinggi (high yield variety), penggunaan pestisida, intensifikasi lahan dan lainnya mengalami peningkatan.
Namun belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat kesalahan manajemen di lahan pertanian. Pencemaran pupuk kimia, pestisida dan lainnya akibat kelebihan pemakaian bahan-bahan tersebut, ini berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu tercemar bahan-bahan sintetis tersebut. Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cemaran bahan kimia sintetis serta menjaga lingkungan yang lebih sehat.
Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature). Pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah di zaman dulu. Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik tersebut. Pertanian organik didefinisikan sebagai “sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan”.
Lebih lanjut IFOAM (International Federation of Organik Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik merupakan sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi. Dalam hal ini penggunaan GMOs (Genetically Modified Organisme) tidak diperbolehkan dalam setiap tahapan pertanian organik mulai produksi hingga pasca panen.
Pertanian organik mendasarkan pada 4 prinsip sebagai berikut:
1. Prinsip kesehatan
2. Prinsip ekologi
3. Prinsip keadilan
4. Prinsip perlindungan.
Setiap prinsip dinyatakan melalui suatu pernyataan disertai dengan penjelasannya. Prinsip-prinsip ini harus digunakan secara menyeluruh dan dibuat sebagai prinsip-prinsip etis yang mengilhami tindakan.
Prinsip Kesehatan. Pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan.
Prinsip Ekologi. Prinsip ini mendasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman hayati, udara dan air.
Prinsip Keadilan. Pertanian organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan maupun produk lainnya dengan kualitas yang baik.
Prinsip Perlindungan. Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Pertanian organik harus mampu mencegah terjadinya resiko merugikan dengan menerapkan teknologi tepat guna dan menolak teknologi yang tak dapat diramalkan akibatnya, seperti rekayasa genetika (genetic engineering). Segala keputusan harus mempertimbangkan nilai-nilai dan kebutuhan dari semua aspek yang mungkin dapat terkena dampaknya, melalui proses-proses yang transparan dan partisipatif.
Keempat prinsip diatas merupakan dasar bagi pertumbuhan dan perkembangan pertanian organik, dan merupakan sebuah visi untuk meningkatkan keseluruhan aspek pertanian secara global. Hal ini tentunya akan mengilhami gerakan organik dengan segala keberagamannya dan menjadi panduan bagi pengembangan posisi, program dan standar-standar IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movement) di seluruh dunia.
Secara umum pertanian organik merupakan pilihan publik (public choice) yang diharapkan bisa diterima petani secara luas. Hal ini dikarenakan penerapan pertanian organik yang merupakan pertanian berkelanjutan dan berwawasan lingkungan memiliki berbagai keuntungan sebagai berikut:
1. Mampu meningkatkan produksi pertanian dan menjamin keamanan pangan di dalam negeri.
2. Mampu menghasilkan pangan yang terbeli dengan kualitas gizi yang tinggi serta menekan kandungan bahan-bahan pencemar kimia maupun bakteri yang membahayakan.
3. Tidak mengurangi dan merusak kesuburan tanah, tidak meningkatkan erosi dan menekan ketergantungan pada sumberdaya alam yang tidak terbaharui. 4. tidak membahayakan bagi kesehatan masyarakat yang bekerja atau hidup di lingkungan pertanian dan yang mengkonsumsi hasil-hasil pertanian organik.
5. Melestarikan dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup di lahan pertanian dan pedesaan, serta melestarikan sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
6. Mampu mendukung dan menopang kehidupan masyarakat pedesaan.
Ketergantungan pada pupuk kimia yang menyebabkan biaya operasional petani menjadi mahal dan makin berkurangnya kesuburan tanah. Untuk pertanian non organik yang mengandalkan pupuk urea, saat ini dibutuhkan hingga 1,2 ton urea per ha sawah per musim tanam. Padahal kurang dari sepuluh tahun lalu, hanya dibutuhkan urea kurang dari setengahnya untuk mendapatkan hasil padi yang sama.
Ketergantungan pada pupuk dan pestisida kimia. Hal ini tentu bisa berakibat buruk bagi keberlanjutan pertanian lokal dan kelestarian alam. Dengan ketergantungan pada urea sebagai pupuk utama, maka semakin hari biaya produksi akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena lahan yang diberi pupuk urea semakin lama akan berkurang kesuburan dan daya dukungnya dalam menghasilkan nutrisi secara alamiah. Konsekuensinya adalah semakin hari akan semakin membutuhkan urea dalam jumlah yang lebih besar. Prediksi tersebut telah terbukti dari kondisi tanah persawahan yang ada di Sragen. Pada awal proses penanaman secara organik, lapisan tanah yang gembur tinggal sekitar 10 cm. Setelah hampir tiga tahun dilakukan upaya pertanian organik, saat ini ketebalan lahan yang gembur sudah mencapai lebih dari 30 cm. Hal ini terjadi karena dengan dilakukannya pemupukan secara organik dengan kompos dari kotoran hewan, mulai banyak terdapat hewan renik yang ada di tanah seperti cacing dan belut.
Kebijakan Go Organic 2010 tumbuhnya kesadaran untuk back to nature di sektor pertanian ternyata juga telah terjadi di pemerintah pusat. Pada saat yang hampir bersamaan, tahun 2001, Departemen Pertanian telah mencanangkan program Go Organic 2010. Visi yang ditetapkan dalam perencanaan stategis jangka menengah ini adalah mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik terbesar di dunia. Hal ini tentu tidak mengada-ada karena potensi alam dan budaya masyarakat kita masih sangat mendukung untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut.
Oleh karenanya, tantangan terbesar dalam pengembangan pertanian organik ke depan adalah bagaimana membangun kebijakan Negara yang benar-benar menjamin keberadaan tanah dan sarana produksinya untuk pertanian organis terutama untuk kaum tani miskin dan menciptakan iklim yang kondusif bagi perdagangan produk pertanian organis yang berdimensi keadilan. Apalagi dengan adanya badai “krisis keuangan global” saat ini, pilihan untuk memperkuat sektor pertanian yang merupakan sektor riil menjadi sesuatu yang seharusnya menjadi pilihan rasional bagi pemerintah dan akan menjadi atmosfir politik penting ke depan, terutama bagi calon penentu kebijakan yang akan terpilih pada Pemilu 2009 nanti. Pemerintah yang akan terpilih nanti diharapkan memahami secara jelas tantangan republik ini dalam penguatan kapasitas bangsa di tengah percaturan global yang semakin mengkhawatirkan tersebut”.
Di Sumatera Utara, konsep pertanian organik bukanlah suatu hal yang baru,beberapa kalangan NGO/LSM bersama masyarakat petani dampingannya telah meng-implementasikan hal ini sejak puluhan tahun yang lalu. Namun NGO dan masyarakat petani dampingannya tentunya masih merupakan skala yang amat kecil jika dibandingkan dengan jumlah petani yang ada di Sumatera Utara.