TC Kebun Polikultur (TCSS)

TC PPPT Mangga Dua

Info Desa

Partners

Past Supporting Partners & Experience

Majalah/Newsletter

Hasil Riset

Flag Counter

Padi Lokal Sumut Mulai Musnah

13/05/2013 , ,

image

Sekian banyak padi lokal di Sumatera Utara saat ini semakin ditinggalkan petani. Bahkan secara perlahan dan pasti, padi lokal yang bermutu tinggi sudah tidak bisa ditemui lagi. Bahkan, 1 varietas unggul padi lokal Sumut sudah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai milik Sumatera Barat. Harus ada kebijakan untuk penyelamatan padi lokal yang masih tersisa.

“Kita sudah banyak kehilangan padi lokal kita, sayang sekali, kita sudah tidak bisa lagi mencium harum nasi yang kita masak,” kata Syawal Simanjuntak, petani di Desa Kuta Dame, Kecamatan Kerajaan, Kabupaten Phakpak Barat, saat ditemui di kantor UPT Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumut (UPT-BPTP Sumut) Jumat (3/5) di Medan.

Syawal mencontohkan, untuk padi sawah misalnya, padi jenis Padang, Siangkat, Ramos, Silumut, Sipongkol, sudah sangat jarang ditanam oleh petani. Bahkan, di antaranya sudah
tidak ada lagi ditemukan alias punah. Kemudian, untuk padi Gogo, padi Gogo jenis Sikehkeh, Sipala, dan Siburu Jabi sudah tidak ditemukan lagi. “Kalaupun ada yang menanam, bisa dihitung dengan jari,” katanya.

Menurutnya, penyebab semakin hilangnya padi lokal dikarenakan petani sudah banyak yang enggan menanamnya lantaran faktor usia panen yang lebih lama dibandingkan dengan padi yang banyak beredar di pasaran, seperti Ciherang dan Mekongga.

Padi lokal, baik padi sawah maupun padi Gogo, umumnya memiliki usia panen yang panjang, yakni 6 – 7 bulan. “Petani lebih memilih padi yang usia panennya pendek, misalnya 100 hari sudah bisa panen,” katanya.

Padi lokal, lanjut Syawal yang juga Ketua Kelompok Tani Roh Mejuna, selain usia panen lebih lama, tidak semuanya memiliki ketahanan terhadap serangan hama dan sebagian mudah rebah. kelemahan lainnya, produksi padi lokal juga tergolong rendah yakni hanya berkisar antara 1,5 – 2 ton per hektare.

Sementara itu, Punguan Gultom, selaku ketua Dewan Pimpinan Cabang Simalungun Serikat Petani Indonesia, Wilayah Sumatera Utara mengatakan, “Simalungun memiliki padi lokal Sigambiri Merah dan Sigambiri Putih. Padi tersebut kini sudah semakin sulit ditemui”. Padi lokal di Simalungun antara lain, selain itu, ada juga padi Pandan Wangi, Sri Rejeki, Pendek Merah, dan Tamba Tua.

Menurutnya, semakin sedikitnya petani yang menanam padi lokal lantaran dari sisi kebijakan yang berlaku saat ini yang mendorong agar petani menggunakan benih dan pupuk yang diberikan oleh Pemerintah. Selain itu, juga dikarenakan adanya kebijakan pola tanam serentak. Dengan demikian, yang terjadi saat ini, pertanian padi menjadi semacam monokultur dimana semua jenis padi seragam.

“Kalau tanam Ciherang. Ya…Ciherang semua. Jika tanam Mekongga… Ya, mekongga semua,” katanya. Sementara itu, pertumbuhan padi lokal yang lebih lama tidak memiliki tempat. Karena ketika padi lokal yang sudah ditanam belum bisa dipanen sementara padi yang diberikan oleh petani sudah memasuki panen, maka peluang terserang hama penyakit lebih besar.

Padahal lanjutnya, jika dilihat dari sisi ekonomisnya, menanam padi lokal lebih menguntungkan karena harga benih yang lebih murah. Misalnya benih Ciherang ataupun Mekongga, di harga eceran tertinggi mencapai Rp 55.000 per 5 kilogram. Sementara padi lokal hanya Rp 4000 per kilogram.

“Dari sisi budidayanya, pemberian benih pemerintah harus didukung dengan pupuk, kalau tidak, produksi tidak bagus. Berbeda dengan padi lokal. Dengan pupuk sederhana atau pupuk alami, produksi tetap bagus,” katanya.

Menurutnya, seharusnya Pemerintah memiliki kebijakan yang jelas untuk menyelamatkan padi lokal sebelum semuanya musnah. Semakin sulitnya menemukan padi lokal yang ditanam oleh petani merupakan hal yang memprihatinkan karena potensi untuk pengembangan sangat besar.

“Petani harus bisa lepas dari ketergantungan kepada benih dan pupuk dari luar, dengan menanam padi lokal. Petani bisa terus mengembangkannya dengan mandiri,” katanya.

Sementara itu, kepala UPT Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Sumut, Sugeng Prasetyo mengatakan, “penyelamatan padi lokal sangat penting mengingat saat ini Sumut sudah kehilangan 1 padi lokal varietas unggul dari Mandailing Natal, yakni padi Sigudang yang tahun 2010 yang lalu sudah dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai padi asli dari Sumatera Barat.

“Harus ada kebijakan yang mendukung penyelamatan padi lokal kita! Jangan sampai padi kita diklaim sebagai milik daerah lain lagi, padahal itu asli Sumut,” katanya. (dewantoro)

Sumber: http://readersblog.mongabay.co.id

Search

Arsip

Desa Penerap SID di Sumut

Data Kelompok

Kab/Kota Lk Pr Jlh Jlh Kel
Langkat 173 142 315 12
Binjai 26 31 57 3
Deli Serdang 783 766 1549 31
Serdang Bedagai 815 620 1435 49
Tebing Tinggi 36 126 162 5
Batu Bara 26 170 196 5
Lab Batu Uatara 490 306 796 2
Jumlah 2349 2161 4510 107