TC Kebun Polikultur (TCSS)

TC PPPT Mangga Dua

Info Desa

Partners

Past Supporting Partners & Experience

Majalah/Newsletter

Hasil Riset

Flag Counter

Bodohnya Politisi soal Pupuk Organik

18/02/2014 , ,

Pupuk Organik KomposDua tahun lalu, pramusaji restoran di Kelapa Gading, Jakarta Utara, masih bertanya, ‘’Nasinya pakai yang regular atau yang organik?’’ Petugas itu juga menjelaskan lagi apa bedanya nasi regular dengan nasi organik.

Sejak tahun lalu, pelayan rumah makan cepat saji itu tidak bertanya lagi. Dia langsung saja mengambil nasi organic yang sudah dibungkus kertas dengan cetakan berwarna hijau.

Petugas juga sudah tidak menyampaikan lagi kalau harga nasi itu lebih mahal daripada nasi anorganik yang dibungkus kertas bertinta merah muda. Karyawan itu langsung meng-entry di mesin penghitungnya begitu saja.

Menjelang akhir tahun 2013, pengalaman dua tahun lalu di Kelapa Gading, terulang di Cirebon. Petugas menanyakan, apakah saya memilih nasi organik ata nasi biasa. Berarti tren nasi organik tengah berkembang di kota penting Jawa Barat di pesisir utara Jawa itu.

Namun di arena wisata Sibolangit, Sumatera Utara, tren nasi organik belum terlihat. Buktinya, saya tidak mendapat tawaran dari petugas. Dia langsung mengambil nasi dalam bungkus kertas bertinta merah muda. Karena mengira dia lupa bertanya, saya berinisiatif menanyakan, apakah ada nasi organic. ‘’Tidak ada Pak,’’ jawab pramusaji itu.

Apa boleh buat. Lapar tidak mau kompromi.

***

Saat ini bisnis makanan dan minuman organik sedang menemukan momentumnya. Gerakan kembali ke alam atau back to nature bangkit di seluruh dunia, dipicu oleh berbagai gejala penyakit yang bersumber pada bahan pangan tidak sehat atau kurang sehat yang dikonsumsi selama ini.

Datanglah sesekali ke supermarket kelas atas seperti Kemchick di Kemang, Jakarta Selatan, atau yang sekelas. Singgahlah di konter sayur dan bahan pangan seperti beras. Anda akan mudah menemukan sayur dan beras organik. Harganya lebih mahal dibanding komoditi sejenis yang berstandar umum. Namun penjualannya laris manis.

Harga komoditi pangan organik saat ini memang masih mahal. Sebab, pasarnya baru berkembang. Baru kelas menengah atas saja yang sudah memulai bergaya hidup sehat dengan mengonsumsi beras dan sayur organik. Namun, jangan salah. Jumlah kelas menengah di Indonesia saat ini sudah lebih dari 30 juta orang. Jauh lebih besar dari penduduk Malaysia!

***

Tren hidup sehat seharusnya tidak boleh dilawan. Tren hidup sehat jangan dimatikan dengan semangat anti ‘’antitren’’. Hanya orang bodoh yang melawan tren positing dengan ‘’antitren’’.

Namun, begitulah kenyataannya. Anggota DPR RI memilih ditertawakan publik karena antitren dengan menolak subsidi pupuk organik. Padahal, dengan pupuk organik, petani akan menghasilkan produk pertanian organik yang sehat.

Lebih dari itu, dengan pupuk organik, petani bisa mengembangkan mix farming. Petani tidak tergantung pada pupuk buatan yang diolah dari gas alam, tetapi mengembangkan pertanian dengan peternakan terpadu.

Dengan tren pangan organik, petani pasti akan senang memelihara ternak sapi lagi. Selain dapat kencing dan kotorannya untuk pupuk gratis, sapinya juga bisa menolong usaha pemerintah berswasembada daging.

Saya yakin politisi di Senayan bukan orang bodoh. Apalagi konsep mix farming ini sangat mudah dipahami dengan logika yang sederhana. Tapi uang memang sering membuat orang cerdas mendadak bodoh. Setidaknya pura-pura bodoh.

Dikutip dari: http://organicindonesia.org

Sumber: http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/02/12/bodohnya-politisi-soal-pupuk-organik-634637.html

Foto: http://moral-politik.com

Search

Arsip

Desa Penerap SID di Sumut

Data Kelompok

Kab/Kota Lk Pr Jlh Jlh Kel
Langkat 173 142 315 12
Binjai 26 31 57 3
Deli Serdang 783 766 1549 31
Serdang Bedagai 815 620 1435 49
Tebing Tinggi 36 126 162 5
Batu Bara 26 170 196 5
Lab Batu Uatara 490 306 796 2
Jumlah 2349 2161 4510 107