Yayasan Bina Keterampilan Pedesaan (BITRA) Indonesia melakukan audiensi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara guna membahas rencana aksi dan adaptasi masyarakat tani dalam menghadapi perubahan iklim. Pertemuan yang berlangsung di kantor BPBD Sumatera Utara ini diterima langsung oleh Kepala Bidang Kerjasama, Pengendalian dan Evaluasi BPBD Provsu Robert Efendi Purba, SH.
Perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global diyakini akan membawa dampak luas pada berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor pertanian. Perubahan pola curah hujan, peningkatan frekuensi kejadian iklim ekstrem, serta kenaikan suhu udara dan permukaan air laut adalah beberapa dampak serius yang kini dihadapi Indonesia. Sektor pertanian, khususnya, mengalami dampak yang signifikan akibat perubahan iklim ini.
Secara global, sektor pertanian menyumbang sekitar 14% dari total emisi, sementara di tingkat nasional, sumbangan emisi sektor ini mencapai 12% (51,20 juta ton CO2e) dari total emisi sebesar 436,90 juta ton CO2e, tanpa memperhitungkan emisi dari degradasi hutan, kebakaran gambut, dan drainase lahan gambut. Meskipun kontribusi emisi dari sektor pertanian relatif kecil, dampaknya sangat besar. Penurunan produktivitas pertanian dan peningkatan kejadian iklim ekstrem seperti banjir dan kekeringan mengancam ketahanan pangan nasional.
Dalam rangka mengantisipasi dampak perubahan iklim, BITRA Indonesia telah melakukan Penilaian Partisipatif terhadap Risiko Iklim dan Bencana (PACDR) sejak 2022 pada kelompok tani dampingan di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, seperti Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Simalungun. Melalui PACDR, masyarakat dapat mengenali risiko iklim dan bencana di desanya, sehingga mereka dapat beradaptasi dan meningkatkan daya lenting (resiliensi).
Proses pendampingan BITRA Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat tani di wilayah pesisir Pantai Timur, Selat Malaka, menghadapi berbagai tantangan seperti gagal tanam akibat perubahan pola musim hujan, serangan hama, dan alih fungsi lahan pertanian. Petani juga mengalami kesulitan air untuk irigasi karena sumber air dikuasai oleh perusahaan daerah air minum.
Dalam PACDR, dilakukan berbagai kegiatan, seperti analisis perubahan iklim, peta bahaya, kalender musim, penelusuran desa, dan penyusunan rencana aksi komunitas. Hasil dari kegiatan ini adalah pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) Adaptasi Iklim di setiap desa, yang bertugas menyampaikan dokumen rumusan mitigasi dan adaptasi iklim kepada pemangku kepentingan terkait.
Direktur BITRA, Rusdiana mengatakan BITRA Indonesia berharap dapat berkolaborasi dengan BPBD Sumatera Utara dalam upaya pengurangan risiko bencana dan pemberdayaan masyarakat. Dukungan dari BPBD diharapkan dapat berupa keahlian, sarana teknis, maupun pendanaan yang disinergikan dengan rencana aksi masyarakat.
Kabid Kerjasama, Pengendalian dan Evaluasi BPBD Provsu Robert Efendi Purba, SH, menyatakan, “Saya menerima audiensi ini dengan baik dan kami akan mengadakan komunikasi lanjutan untuk membahas rencana aksi lebih lanjut. Kami akan menindak lanjuti apa yang diperlukan, termasuk kontribusi dari BPBD, seperti waktu dan pemateri.”
Audiensi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam menjalin kerja sama yang lebih erat antara BITRA Indonesia dan BPBD Sumatera Utara. Dengan sinergi yang kuat, berbagai tantangan akibat perubahan iklim dapat dihadapi dengan lebih baik, demi terciptanya ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat tani di Sumatera Utara.
Tinggalkan Komentar