Bayyinah petani perempuan Desa Merden, Banjarnegara saat beraktivitas di sawah | Foto: TribunJateng.com/Khoirul Muzaki.
TRIBUNJATENG.COM, BANJARNEGARA – Petani di berbagai daerah tengah resah karena harga jual gabah anjlok. Padahal, ongkos produksi mulai penyiapan lahan hingga panen tidak lah sedikit.
Empat bulan menunggu dari tanam hingga panen, mereka kini harus gigit jari karena harga jual gabah rendah. Panghasilan petani terjun bebas hingga mereka menjerit.
Isu impor beras yang mengemuka di tengah rendahnya harga gabah dalam negeri menambah perih hati petani.
Tetapi ternyata, ada sebagian kecil petani yang tidak terpengaruh dengan anjloknya harga gabah di pasaran.
Mereka juga tidak risau dengan isu impor beras oleh pemerintah yang diyakini bakal semakin menjatuhkan harga gabah dalam negeri.
Bayyinah (66), petani perempuan asal Desa Merden Kecamatan Purwanegara Banjarnegara ikut prihatin dengan anjloknya harga gabah di tingkat petani.
Di desanya, harga gabah kering di tigkat petani saat ini mencapai Rp 3.300 perkilogram.
Tetapi di sisi lain, secara pribadi, Bayyinah mengaku tidak terpengaruh dengan fluktuasi harga gabah di pasaran. Pasalnya, produk pangan yang dihasilkan lahannya beda dengan padi pada umumnya.
“Saya jual Rp 65.00 perkilogram gabah kering, ” katanya, Rabu (31/3/2021)
Jenis padi yang ditanam Bayyinah sudah cukup familiar di masyarakat. Banyak petani lain yang juga menanamnya, semisal Mentik Susu dan Pandanwangi.
Hanya ia menerapkan pola pertanian yang berbeda dengan petani kebanyakan. Wajar, hasilnya pun berbeda.
Bayyinah sudah lebih dari 10 tahun menanam padi dengan sistem yang ramah terhadap lingkungan.
Ia meninggalkan cara bertani konvensional yang mengandalkan pupuk dan pestisida kimia.
Hanya ia menerapkan pola pertanian yang berbeda dengan petani kebanyakan. Wajar, hasilnya pun berbeda.
Bayyinah sudah lebih dari 10 tahun menanam padi dengan sistem yang ramah terhadap lingkungan.
Ia meninggalkan cara bertani konvensional yang mengandalkan pupuk dan pestisida kimia.
Tetapi kali ini ia menaikkannya menjadi sekitar Rp 25 ribu perkilogram. Ia pun yakin konsumennya tidak keberatan dengan keputusannya itu.
Ia tidak seperti petani lain yang tidak memiliki posisi tawar di hadapan tengkulak.
Dengan produknya yang telah teruji, Bayyinah bisa menentukan harga produknya sendiri sebelum diserap pasar tanpa bergantung dengan tengkulak.
“Saya tidak pakai tengkulak. Langsung jual ke konsumen, makanya bisa tentukan harga sendiri, ” katanya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Petani Padi Organik di Banjarnegara Mendulang Untung di tengah Anjloknya Harga Gabah di Pasaran, https://jateng.tribunnews.com/2021/03/31/petani-padi-organik-di-banjarnegara-mendulang-untung-di-tengah-anjloknya-harga-gabah-di-pasaran?page=3.
Penulis: khoirul muzaki
Editor: muslimah